Kisah manis Jorge Lorenzo di Yamaha menghasilkan tiga gelar juara dunia untuk tim garputala. Porfuera tampil mengesankan dalam 9 musim mengendarai M1.
Tahun 2017 menjadi babak baru dalam karir balap sang legenda. Lorenzo mencoba peruntungan di tim Borgo Panigale, dengan gaji fantastis 10 juta euro per musim. Nilai tersebut menempatkan dirinya sebagai pembalap dengan bayaran termahal di tahun tersebut.
Ducati berani berinvestasi pada Lorenzo, pemegang tiga gelar MotoGP dengan harapan, ingin memenangkan gelar yang sama. Awal karirnya bersama Ducati tak berjalan mulus. Lorenzo hanya mampu menempati tempat ke-7 dengan perolehan 137 poin dengan hanya meraih tiga podium.
Jarak poin yang sangat jauh dari rekan setimnya, Dovizioso yang menempati posisi runner-up (261 poin). Harga mahal namun tak sesuai harapan, Lorenzo kerap dibanding-bandingkan dengan Dovi. Rekan setimnya yang hanya mendapat bayaran 3 juta euro atau tiga kali lebih kecil dari gaji yang dibayarkan Ducati ke Lorenzo.
Tahun 2018 awal mula perseteruan Lorenzo dan CEO Ducati, Claudio Domenicalli. Bos tim merah mempertanyakan kapasitas sang juara dunia. Lorenzo merasa tersinggung hingga akhirnya memutuskan menerima tawaran Honda di pertengahan musim.
Tawaran telah diterima, pemasalahan lainnya justru Lorenzo kian nyetel dengan Desmosedici. Tiga kemenangan berhasil diraih sang pembalap, termasuk dua pole position dan 1 podium. Lorenzo hijrah ke Honda dengan perasaan menyesal.
Dalam retrospeksi, beberapa pengamat dan fans berpendapat bahwa Lorenzo bisa memenangkan lebih banyak gelar dunia jika dia tetap bersama Ducati saat itu. Juara dunia lima kali dan pemenang balapan 68 kali itu memberikan pandangannya.
“Itu asumsi yang cukup umum," tegas pria 34 tahun itu dengan senyum di wajahnya, dilansir dari Speedweek.
“Saya berdiri di posisi saya bahwa saya hanya menginginkan motor yang membuat saya nyaman,” jelas Lorenzo.
“Saya seorang pembalap yang memenangkan tiga gelar juara dunia dan lebih dari 40 balapan - itu bukan keberuntungan, itu adalah sesuatu yang saya miliki di dalam diri saya, bakat, kemampuan,” jelasnya.
“Awalnya (motor Ducati) kebalikan dari gaya membalap saya, tapi sedikit demi sedikit saya beradaptasi. Mungkin sudah terlambat… Tapi itu adalah kesan yang dimiliki orang-orang [bahwa Lorenzo akan melakukan banyak hal jika bertahan di Ducati] dan saya senang tentang itu. Tapi tentu saja, saya lebih suka membuat kesan ini menjadi kenyataan," tambah Lorenzo.
“Sejujurnya saya ingin berada di posisi untuk melanjutkan dengan Ducati pada saat itu, setelah 2018, tetapi itu tidak mungkin karena waktu. Kemenangan datang terlambat, tetapi pada saat itu saya pikir pindah ke Honda adalah hal yang positif dan semuanya akan menjadi luar biasa. Kemudian saya cedera di Assen dan semuanya berubah dari sana," tutup Lorenzo.
Comments